Minggu, 26 Oktober 2014

KELUARGA SAKINAH


MENCIPTAKAN RASA AMAN DAN TENTRAM
DALAM SEBUAH KELUARGA

Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, seperti digambarkan dalam UU No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan[1]. Keluarga adalah satu-satunya kelompok berdasarkan hubungan darah atau hubungan perkawinan yang diakui oleh Islam[2].
Tujuan utama sebuah perkawinan adalah untuk memperoleh kehidupan sakinah, mawaddah dan rahmah. Atau dengan kata lain, tujuan sebuah perkawinan adalah untuk menciptakan keluarga yang aman dan tentram.
Perkawinan adalah bentuk ikatan lahir dan batin antara seorang laki-laki dan seorang perempuan yang telah menjadi suami istri, ikatan ini harus dijaga sekuat mungkin sampai akhir hayat, sebab perkawinan adalah ikatan istimewa yang berbeda dengan ikatan yang lain. Dalam upaya menjaga status yang istimewa tersebut, ditambah pula dengan keinginan agar tujuan perkawinan dapat tercapai secara maksimal maka dibutuhkan sejumlah syarat dan rukun. Kehadiran syarat dan rukun inilah pada hakikatnya bertujuan agar terjamin keutuhan ikatan lahir dan batin, yang pada akhirnya tercapai kehidupan keluarga yang tentram, damai, penuh cinta dan kasih sayang.

Perkawinan bukanlah sekedar ikatan yang menjadikan seorang laki-laki dan seorang perempuan dapat berkumpul, karena sebelum perkawinan itu dilaksanakan, kedua insan tersebut diharamkan berkumpul. Perkawinan mempunnyai tujuan, ada beberapa prinsip yang menjadi landasan dan pegangan bagi suami dan istri khsusnya, dan anggota keluarga umum, untuk mencapai tujuan perkawinan itu sendirir, sehingga ketika dua insan tersebut telah memahami apa tujuan dan prinsip yang sebenarnya dalam sebuah perkawinan, dengan berlandaskan prinsip-prinsip perkawinan, maka Insya Allah akan dicapai tujuan perkawinan, kehidupan yang tentram, penuh cinta dan kasih sayang bagi semua anggota keluarga.
Adapun tujuan perkawinan sebagaimana yang dimaksudkan diatas antara lain sebagai berikut:
1.      Memperoleh kehidupan sakinah, mawaddah dan rahmah
2.      Reproduksi/regenerasi
3.      Pemenuhan kebutuhan biologis
4.      Menjaga kehormatan
5.      Ibadah
Kemudian yang dimaksud dengan prinsip-prinsip perkawinan, sebagaimana yang dimaksudkan diatas antara lain sebagai berikut:
1.      Musyawarah dan demokrasi
2.      Menciptakan rasa aman dan tentram dalam kelarga
3.      Menghindari adanya kekerasan
4.      Hubungan sami dan istri sebagai hubungan patner
5.      Prinsip keadilan
Dalam sebuah perkawina juga terdapat kewajiban seorang suami terhadap istri, sebagaiman yang telah disebutkan oleh Imam Maliki, bahwa seorang suami mempunyai kewajiban terhadap istrinya, diantaranya: Suami berkewajiban mencukupi nafkah istri, dan menjaga istri. Seorang istri juga mempunyai kewajiban teradap saminya, yaitu memenuhi kebutuhan biologis dan menjaga rahasia suami serta patuh pada suami. Suami dan istri juga mempunyai hak dan kewajiban bersama yaitu saling berhak dan saling wajib memenhi kebutuhan biologis dan saling mewarisi antara suami dan istri.  
Uraian yang meliputi tujuan perkawinan, prinsip-prinsip dalam sebah perkawinan serta uraian yang mencakup tentang kewajiban sami istri  diatas[3], tidak hanya ditujukan kepada seorang suami, atau ditujukan kepada seorang istri saja, tetapi tujuan dan prinsip-prinsip diatas ditujukan dan dijalankan oleh keluarga, dalam hal ini adalah hubungan suami dan istri, karena pada dasarnya hubungan suami dan istri dalam segala aspek adalah hubungan patnersif, yakni hubungan yang saling membutuhkan, saling melengkapi, dan berada pada posisi yang sejajar (equel).
Sebagai penutup, disebutkan dalam surah al-Ruum ayat 21, yang artinya: “Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya adalah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cendrng dan merasa tentram kepadanya, dan di jadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir”.
Dari ayat diatas jelas bahwa hbungan suami istri adalah hbungan cinta dan kasih sayang, dan bahwa ikatan perkawinan pada dasarnya tidak dapat dibatasi hanya dengan pelayanan yang bersifat material dan biologis saja. Pemenuhan kebutuhan material hanya sebagai sarana untuk mencapai kebutuhan yang lebih tiinggi dan mulia, yakni kebthan rohani, cinta, kasih sayang, dan barokah dari Allah. Dengan demikian, asumsinya adalah bahwa pelayanan yang bersifat material akan diikuti dengan hubungan batin, yakni cinta dan kasih sayang.




[1] UU No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, pasal 1
[2] Joseph Schacht, Pengantar Hukum Islam, Diterjemahkan dari judul asli an Introdction to Islamic Law (Jogjakarta: Islamika, 2003), hlm. 239
[3] Khoiruddin Nastion, Hukum Perkawinan I, Edisi Revisi (Jogjakarta: ACAdeMIA dan Tazzafa, 2005), hlm. 37 dst

Tidak ada komentar:

Posting Komentar